TUGAS 5 PROFESI KEPENDIDIKAN
KONSEP PENDIDIKAN MENURUT KI HAJAR DEWANTARA
Pendidikan menurut Ki Hajar Dewantara merupakan
proses pembudayaan yakni suatu usaha memberikan nilai-nilai luhur kepada
generasi baru dalam masyarakat yang tidak hanya bersifat pemeliharaan tetapi
juga dengan maksud memajukan serta memperkembangkan kebudayaan menuju ke arah
keluhuran hidup kemanusiaan.
Upaya kebudayaan (pendidikan) dapat ditempuh dengan
sikap (laku) yang dikenal dengan Teori Trikon, yakni:
1. Kontinu
2. Konsentris
3. Konvergen
Pelaksanaan pendidikan menurut Ki Hajar Dewantara
dapat berlangsung dalam berbagai tempat yang oleh beliau diberi nama Tri Sentra
Pendidikan, yaitu:
1. Alam keluarga
2. Alam perguruan
3. Alam pergerakan pemuda
2. Bidang Pengajaran
Pengajaran merupakan salah satu jalan pendidikan
yaitu suatu usaha memberi ilmu pengetahuan serta kepandaian dengan
latihan-latihannya yang perlu dengan maksud memajukan kecerdasan fikiran
(intelek) serta berkembangnya budi pekerti.
Ki Hajar Dewantara di bidang pengajaran meletakkan
konsep-konsep dasar pengajaran meliputi:
1. Teori dasar-ajar
2. Trisakti jiwa
3. Sistem among
Pendidikan zaman sekarang
Pada jaman kemajuan teknologi sekarang ini, sebagian
besar manusia dipengaruhi perilakunya oleh pesatnya perkembangan dan
kecanggihan teknologi (teknologi informasi). Banyak orang terbuai dengan
teknologi yang canggih, sehingga melupakan aspek-aspek lain dalam kehidupannya,
seperti pentingnya membangun relasi dengan orang lain, perlunya melakukan
aktivitas sosial di dalam masyarakat, pentingnya menghargai sesama lebih
daripada apa yang berhasil dibuatnya, dan lain-lain.
Seringkali teknologi yang dibuat manusia untuk
membantu manusia tidak lagi dikuasai oleh manusia tetapi sebaliknya manusia
yang terkuasai oleh kemajuan teknologi. Manusia tidak lagi bebas
menumbuhkembangkan dirinya menjadi manusia seutuhnya dengan segala aspeknya.
Keberadaan manusia pada zaman ini seringkali diukur dari “to have” (apa saja
materi yang dimilikinya) dan “to do” (apa saja yang telah berhasil/tidak
berhasil dilakukannya) daripada keberadaan pribadi yang bersangkutan (“to be”
atau “being”nya). Dalam pendidikan perlu ditanamkan sejak dini bahwa keberadaan
seorang pribadi, jauh lebih penting dan tentu tidak persis sama dengan apa yang
menjadi miliknya dan apa yang telah dilakukannya. Sebab manusia tidak sekedar
pemilik kekayaan dan juga menjalankan suatu fungsi tertentu. Pendidikan yang
humanis menekankan pentingnya pelestarian eksistensi manusia, dalam arti
membantu manusia lebih manusiawi, lebih berbudaya, sebagai manusia yang utuh
berkembang (menurut Ki Hajar Dewantara menyangkut daya cipta (kognitif), daya
rasa (afektif), dan daya karsa (konatif)). Singkatnya, “educate the head, the
heart, and the hand !”
Di tengah-tengah maraknya globalisasi komunikasi dan
teknologi, manusia makin bersikap individualis. Mereka “gandrung teknologi”,
asyik dan terpesona dengan penemuan-penemuan/barang-barang baru dalam bidang
iptek yang serba canggih, sehingga cenderung melupakan kesejahteraan dirinya
sendiri sebagai pribadi manusia dan semakin melupakan aspek sosialitas dirinya.
Oleh karena itu, pendidikan dan pembelajaran hendaknya diperbaiki sehingga
memberi keseimbangan pada aspek individualitas ke aspek sosialitas atau
kehidupan kebersamaan sebagai masyarakat manusia. Pendidikan dan pembelajaran
hendaknya juga dikembalikan kepada aspek-aspek kemanusiaan yang perlu
ditumbuhkembangkan pada diri peserta didik.
Ki Hajar Dewantara, pendidik asli Indonesia, melihat
manusia lebih pada sisi kehidupan psikologiknya. Menurutnya manusia memiliki
daya jiwa yaitu cipta, karsa dan karya. Pengembangan manusia seutuhnya menuntut
pengembangan semua daya secara seimbang. Pengembangan yang terlalu
menitikberatkan pada satu daya saja akan menghasilkan ketidakutuhan
perkembangan sebagai manusia. Beliau mengatakan bahwa pendidikan yang
menekankan pada aspek intelektual belaka hanya akan menjauhkan peserta didik
dari masyarakatnya. Dan ternyata pendidikan sampai sekarang ini hanya
menekankan pada pengembangan daya cipta, dan kurang memperhatikan pengembangan
olah rasa dan karsa. Jika berlanjut terus akan menjadikan manusia kurang humanis
atau manusiawi.
Dari titik pandang sosio-anthropologis, kekhasan
manusia yang membedakannya dengan makhluk lain adalah bahwa manusia itu
berbudaya, sedangkan makhluk lainnya tidak berbudaya. Maka salah satu cara yang
efektif untuk menjadikan manusia lebih manusiawi adalah dengan mengembangkan
kebudayaannya. Persoalannya budaya dalam masyarakat itu berbeda-beda. Dalam
masalah kebudayaan berlaku pepatah:”Lain ladang lain belalang, lain lubuk lain
ikannya.” Manusia akan benar-benar menjadi manusia kalau ia hidup dalam
budayanya sendiri. Manusia yang seutuhnya antara lain dimengerti sebagai
manusia itu sendiri ditambah dengan budaya masyarakat yang melingkupinya.
Ki Hajar Dewantara sendiri dengan mengubah namanya
ingin menunjukkan perubahan sikapnya dalam melaksanakan pendidikan yaitu dari
satria pinandita ke pinandita satria yaitu dari pahlawan yang berwatak guru
spiritual ke guru spiritual yang berjiwa ksatria, yang mempersiapkan diri dan
peserta didik untuk melindungi bangsa dan negara. Bagi Ki Hajar Dewantara, para
guru hendaknya menjadi pribadi yang bermutu dalam kepribadian dan kerohanian,
baru kemudian menyediakan diri untuk menjadi pahlawan dan juga menyiapkan para
peserta didik untuk menjadi pembela nusa dan bangsa. Dengan kata lain, yang
diutamakan sebagai pendidik pertama-tama adalah fungsinya sebagai model atau
figure keteladanan, baru kemudian sebagai fasilitator atau pengajar. Oleh
karena itu, nama Hajar Dewantara sendiri memiliki makna sebagai guru yang
mengajarkan kebaikan, keluhuran, keutamaan. Pendidik atau Sang Hajar adalah
seseorang yang memiliki kelebihan di bidang keagamaan dan keimanan, sekaligus
masalah-masalah sosial kemasyarakatan. Modelnya adalah Kyai Semar (menjadi
perantara antara Tuhan dan manusia, mewujudkan kehendak Tuhan di dunia ini).
Sebagai pendidik yang merupakan perantara Tuhan maka guru sejati sebenarnya
adalah berwatak pandita juga, yaitu mampu menyampaikan kehendak Tuhan dan
membawa keselamatan.
Manusia merdeka adalah tujuan pendidikan Taman
Siswa. Merdeka baik secara fisik, mental dan kerohanian. Namun kemerdekaan
pribadi ini dibatasi oleh tertib damainya kehidupan bersama dan ini mendukung sikap-sikap
seperti keselarasan, kekeluargaan, musyawarah, toleransi, kebersamaan,
demokrasi, tanggungjawab dan disiplin. Sedangkan maksud pendirian Taman Siswa
adalah membangun budayanya sendiri, jalan hidup sendiri dengan mengembangkan
rasa merdeka dalam hati setiap orang melalui media pendidikan yang berlandaskan
pada aspek-aspek nasional. Landasan filosofisnya adalah nasionalistik dan
universalistik. Nasionalistik maksudnya adalah budaya nasional, bangsa yang
merdeka dan independen baik secara politis, ekonomis, maupun spiritual.
Universal artinya berdasarkan pada hukum alam (natural law), segala sesuatu
merupakan perwujudan dari kehendak Tuhan. Prinsip dasarnya adalah kemerdekaan,
merdeka dari segala hambatan cinta, kebahagiaan, keadilan, dan kedamaian tumbuh
dalam diri (hati) manusia.
Suasana yang dibutuhkan dalam dunia pendidikan
adalah suasana yang berprinsip pada kekeluargaan, kebaikan hati, empati,
cintakasih dan penghargaan terhadap masing-masing anggotanya. Maka hak setiap
individu hendaknya dihormati; pendidikan hendaknya membantu peserta didik untuk
menjadi merdeka dan independen secara fisik, mental dan spiritual; pendidikan
hendaknya tidak hanya mengembangkan aspek intelektual sebab akan memisahkan
dari orang kebanyakan; pendidikan hendaknya memperkaya setiap individu tetapi
perbedaan antara masing-masing pribadi harus tetap dipertimbangkan; pendidikan
hendaknya memperkuat rasa percaya diri, mengembangkan hara diri; setiap orang
harus hidup sederhana dan guru hendaknya rela mengorbankan kepentingan-kepentingan
pribadinya demi kebahagiaan para peserta didiknya. Peserta didik yang
dihasilkan adalah peserta didik yang berkepribadian merdeka, sehat fisik, sehat
mental, cerdas, menjadi anggota masyarakat yang berguna, dan bertanggungjawab
atas kebahagiaan dirinya dan kesejahteraan orang lain. Metode yang yang sesuai
dengan sistem pendidikan ini adalah sistem among yaitu metode pengajaran dan
pendidikan yang berdasarkan pada asih, asah dan asuh (care and dedication based
on love). Yang dimaksud dengan manusia merdeka adalah seseorang yang mampu
berkembang secara utuh dan selaras dari segala aspek kemanusiaannya dan yang
mampu menghargai dan menghormati kemanusiaan setiap orang. Oleh karena itu bagi
Ki Hajar Dewantara pepatah ini sangat tepat yaitu “educate the head, the heart,
and the hand”.
Guru yang efektif memiliki keunggulan dalam mengajar
(fasilitator); dalam hubungan (relasi dan komunikasi) dengan peserta didik dan
anggota komunitas sekolah; dan juga relasi dan komunikasinya dengan pihak lain
(orang tua, komite sekolah, pihak terkait); segi administrasi sebagai guru; dan
sikap profesionalitasnya. Sikap-sikap profesional itu meliputi antara lain:
keinginan untuk memperbaiki diri dan keinginan untuk mengikuti perkembangan
zaman. Maka penting pula membangun suatu etos kerja yang positif yaitu:
menjunjung tinggi pekerjaan; menjaga harga diri dalam melaksanakan pekerjaan,
dan keinginan untuk melayani masyarakat. Dalam kaitan dengan ini penting juga
performance/penampilan seorang profesional: secara fisik, intelektual, relasi
sosial, kepribadian, nilai-nilai dan kerohanian serta mampu menjadi motivator.
Singkatnya perlu adanya peningkatan mutu kinerja yang profesional, produktif
dan kolaboratif demi pemanusiaan secara utuh setiap peserta didik.
Akhirnya kita perlu menyadari bahwa tujuan
pendidikan adalah memanusiakan manusia muda. Pendidikan hendaknya menghasilkan
pribadi-pribadi yang lebih manusiawi, berguna dan berpengaruh di masyarakatnya,
yang bertanggungjawab atas hidup sendiri dan orang lain, yang berwatak luhur
dan berkeahlian. Semoga!
sumber: http://www.langkahkebebasan.tk/p/edukasi.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar