Kamis, 29 Desember 2016

TUGAS 8 TELAAH KURIKULUM





KURIKULUM SENI


Pemberlakuan UU Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional, Peraturan Pemerintah No. 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan,
dan Peraturan Pemerintah No. 22 tahun 2006 tentang Standar Isi untuk Satuan Pendidikan
Dasar dan Menengah menuntut cara pandang yang berbeda tentang pengembangan dan
pelaksanaan kurikulum. Dahulu, pengembangan kurikulum dilakukan oleh pusat dalam hal
ini Pusat Kurikulum sedangkan pelaksanaannya dilakukan oleh satuan pendidikan.
Pengembangan kurikulum yang dilakukan langsung oleh satuan pendidikan memberikan
harapan tidak ada lagi permasalahan berkenaan dengan pelaksanaannya. Hal ini karena
penyusunan kurikulum satuan pendidikan seharusnya telah mempertimbangkan segala
potensi dan keterbatasan yang ada.


Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) mengacu pada standar
nasional pendidikan: standar isi, proses, kompetensi lulusan, tenaga kependidikan, sarana
dan prasarana, pengelolaan, pembiayaan dan penilaian pendidikan. Salah satu dari ke
delapan standar nasional pendidikan tersebut, yakni standar isi (SI) merupakan acuan
utama bagi satuan pendidikan dalam mengembangkan kurikulum disamping standar
kompetensi lulusan (SKL). Standar isi adalah ruang lingkup materi dan tingkat kompetensi
yang dituangkan dalam kriteria tentang kompetensi tamatan, kompetensi bahan kajian,
kompetensi mata pelajaran, dan silabus pembelajaran yang harus dipenuhi oleh peserta
didik pada jenjang dan jenis pendidikan tertentu.


Pengembangan kurikulum telah dilakukan oleh sebagian satuan pendidikan pada jenjang
pendidikan dasar dan menengah dengan mengacu pada standar isi. Sebagai acuan, standar
isi ini masih perlu ditelaah. Penelaahan dimaksudkan untuk memperoleh informasi tentang
ada-tidaknya rumusan pada standar isi yang menimbulkan permasalahan bila digunakan
untuk mengembangkan kurikulum. Sebagai naskah, kurikulum yang telah dikembangkan
oleh satuan pendidikan juga perlu ditelaah. Penelaahan terhadap naskah kurikulum
dimaksudkan untuk memperoleh gambaran tentang kemungkinan keterlaksanaannya.
Penelaahan standar isi dan kurikulum dilakukan melalui berbagai tahapan kegiatan
pengkajian.


Salah satu hasil kajian tersebut adalah Naskah Akademik Kebijakan Kurikulum Mata
Pelajaran Seni Budaya. Hasil kajian ini memberikan gambaran tentang muatan naskah
standar isi dan kurikulum sebagai masukan bagi perumus kebijakan pendidikan lebih
lanjut.
Pusat Kurikulum menyampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih kepada banyak
pakar yang berasal dari berbagai Perguruan Tinggi, Direktorat di lingkungan Depdiknas,
kepala sekolah, pengawas, guru, dan praktisi pendidikan, serta Depag. Berkat bantuan dan
kerja sama yang baik dari mereka, naskah akademik ini dapat diselesaikan dalam waktu
yang relatif singkat.
Kepala Pusat Kurikulum
Badan Penelitian dan Pengembangan
Depdiknas,
Diah Harianti
KajianKebijakan Kurikulum MP Seni Budaya-2007

Seringnya perubahan nama pada mata pelajaran Pendidikan Seni menimbulkan banyak
kebingungan, karena sebelum nama Seni Budaya, bernama Mata Pelajaran Kerajinan
Tangan dan Kesenian, Pendidikan Seni, Pendidikan Kesenian, dan Kesenian. Selain itu
banyak istilah-istilah asing yang ada pada Standar Isi mata pelajaran Seni Budaya, dan
kurangnya guru yang mempunyai latar belakang pendidikan seni sehingga menimbulkan
pernafsiran yang berbeda-beda dan sering pembelajaran dilakukan kurang menarik bahkan
tidak bermakna.


Kegiatan ini bertujuan untuk mengkaji kelemahan dan kekuatan standar kompetensi dan
kompetensi dasar beserta pelaksanaannya di lapangan dan sekaligus menemukan model
standar Isi yang sesuai dengan tuntutan masyarakat dan kebutuhan peserta didik sesuai
dengan jenjang pendidikan masing-masing.
Ruang lingkup kajian standar isi mencakup standar isi mata pelajaran Seni Budaya SD/MI,
SMP/MTs dan SMA/MA dengan memperhatikan kesesuaian peratuaran perundangundangan,
keterbacaan, keruntutan dan kerunutan penyajian, dan kajian konsep
pedagogiknya serta kesesuai dengan tingkat perkembangan peserta didik.
Kegiatan ini dilakukan dengan melibatkan banyak pihak yaitu; Puskur, pakar dari
universitas (PT), Dinas Pendidikan, guru (SD, SMP, dan SMA), dan pemerhati
pendidikan..


Metode yang dilakukan dalam kegiatan ini melalui Kajian dokumen, Kajian literatur,
Kajian pelaksanaan standar isi di lapangan, Seminar, dan Diskusi terfokus
Hasil pengkajian Standar Isi mata pelajaran seni budaya meliputi:
1.      Nama mata pelajaran tidak sesuai dengan nama kelompok mata pelajaran Estetika
dan aspek budaya tidak ada dalam standar isi karena hanya mencakup seni rupa,
musik, tari dan teater

2.      Standar Kompetensi dan kompetensi dasar tidak menunjukkan gradasi yang makin
mendalam dan makin luas

3.      Sulit untuk dipahami karena banyak istilah asing sehingga perlu dibuatkan ramburambu
untuk memudahkan pemahaman menjadi silabus dan RPP

4.      Di SD/MI mata pelajaran dipadukan dengan keterampilan vokasional hal ini
menjadi rancu karena dalam seni lebih pada aspek kreativitas yang lebih
menekankan pada kebebasan bentuk dan karya yang dihasilkan sedangkan
keterampilan vokasional tidak cocok untuk anak sekolah dasar
KajianKebijakan Kurikulum MP Seni Budaya-2007



sumber: http://eijikurnia.blogspot.co.id/
TUGAS 3 PROFESI KEPENDIDIKAN



GURU:

Ki Hajar Dewantara sendiri dengan mengubah namanya ingin menunjukkan perubahan sikapnya dalam melaksanakan pendidikan yaitu dari satria pinandita ke pinandita satria yaitu dari pahlawan yang berwatak guru spiritual ke guru spiritual yang berjiwa ksatria, yang mempersiapkan diri dan peserta didik untuk melindungi bangsa dan negara. Bagi Ki Hajar Dewantara, para guru hendaknya menjadi pribadi yang bermutu dalam kepribadian dan kerohanian, baru kemudian menyediakan diri untuk menjadi pahlawan dan juga menyiapkan para peserta didik untuk menjadi pembela nusa dan bangsa.

Dengan kata lain, yang diutamakan sebagai pendidik pertama-tama adalah fungsinya sebagai model atau figure keteladanan, baru kemudian sebagai fasilitator atau pengajar. Oleh karena itu, nama Hajar Dewantara sendiri memiliki makna sebagai guru yang mengajarkan kebaikan, keluhuran, keutamaan. Pendidik atau Sang Hajar adalah seseorang yang memiliki kelebihan di bidang keagamaan dan keimanan, sekaligus masalah-masalah sosial kemasyarakatan. Modelnya adalah Kyai Semar (menjadi perantara antara Tuhan dan manusia, mewujudkan kehendak Tuhan di dunia ini). Sebagai pendidik yang merupakan perantara Tuhan maka guru sejati sebenarnya adalah berwatak pandita juga, yaitu mampu menyampaikan kehendak Tuhan dan membawa keselamatan.

Guru yang efektif memiliki keunggulan dalam mengajar (fasilitator); dalam hubungan (relasi dan komunikasi) dengan peserta didik dan anggota komunitas sekolah; dan juga relasi dan komunikasinya dengan pihak lain (orang tua, komite sekolah, pihak terkait); segi administrasi sebagai guru; dan sikap profesionalitasnya. Sikap-sikap profesional itu meliputi antara lain: keinginan untuk memperbaiki diri dan keinginan untuk mengikuti perkembangan zaman.

Maka penting pula membangun suatu etos kerja yang positif yaitu: menjunjung tinggi pekerjaan; menjaga harga diri dalam melaksanakan pekerjaan, dan keinginan untuk melayani masyarakat. Dalam kaitan dengan ini penting juga performance/penampilan seorang profesional: secara fisik, intelektual, relasi sosial, kepribadian, nilai-nilai dan kerohanian serta mampu menjadi motivator. Singkatnya perlu adanya peningkatan mutu kinerja yang profesional, produktif dan kolaboratif demi pemanusiaan secara utuh setiap peserta didik.

Pendidikan menurut Ki Hajar Dewantara merupakan proses pembudayaan yakni suatu usaha memberikan nilai-nilai luhur kepada generasi baru dalam masyarakat yang tidak hanya bersifat pemeliharaan tetapi juga dengan maksud memajukan serta memperkembangkan kebudayaan menuju ke arah keluhuran hidup kemanusiaan.
Upaya kebudayaan (pendidikan) dapat ditempuh dengan sikap (laku) yang dikenal dengan Teori Trikon, yakni:
1. Kontinu
2. Konsentris
3. Konvergen
Pelaksanaan pendidikan menurut Ki Hajar Dewantara dapat berlangsung dalam berbagai tempat yang oleh beliau diberi nama Tri Sentra Pendidikan, yaitu:
1. Alam keluarga
2. Alam perguruan
3. Alam pergerakan pemuda
2. Bidang Pengajaran
Pengajaran merupakan salah satu jalan pendidikan yaitu suatu usaha memberi ilmu pengetahuan serta kepandaian dengan latihan-latihannya yang perlu dengan maksud memajukan kecerdasan fikiran (intelek) serta berkembangnya budi pekerti.
Ki Hajar Dewantara di bidang pengajaran meletakkan konsep-konsep dasar pengajaran meliputi:
1. Teori dasar-ajar
2. Trisakti jiwa
3. Sistem among

TUT WURI HANDAYANI:
Pencetus semboyan TUTWURI HANDAYANI ialah Ki Hajar dewantoro ( Raden Soewardi Soerjaningrat ).
Yang memiliki makna dari bahasa jawa yakni ;

"Ing ngarso sung tulodho, ing madyo mangun karso, tutwuri handayani "
Dengan artian ;
" Ing ngarso sung tulodho "
'Ing Ngarso' arti dari 'Di Depan'
'Sung Tulodho' arti dari 'Sebagai Contoh atau panutan'

Dengan maksud artian ; "Seorang Guru di depan adalah sebagai contoh atau panutan".

Sedangkan artian Guru sendiri penggalan dari "Gugu lan di Tiru" dengan artian "Sebagai panutan dan di tiru".
" Ing madyo mangun karso "
'Ing Madyo' arti dari 'Di Tengah'  
'Mangun Karso ' arti dari 'Sebagai pelopor atau pemra Karsa '

Dengan maksud artian ; " Bertindak sebagai guru di tengah sebagai pelopor mencetuskan ide kepada murid-muridya".
" Tutwuri handayani "
"Tut wuri " artian makna " Dari belakang "
"Handayani " artian makna " Berupaya penuh memberi dorongan dan arahan"

Dengan maksud artian ; " Sebagai seorang guru dari belakang berupaya penuh memberikan dorongan dan arahan kepada muridnya ".


Sedangkan makna dari logo itu sendiri yakni
BIDANG SEGI LIMA (Biru Muda) menggambarkan alam kehidupan Pancasila.

SEMBOYAN TUT WURI HANDAYANI digunakan oleh Ki Hajar Dewantara dalam melaksanakan system pendidikannya. Pencantuman semboyan ini berarti melengkapi penghargaan dan penghormatan kita terhadap almarhum Ki Hajar Dewantara yang hari lahirnya telah dijadikan Hari Pendidikan Nasional.

BELENCONG MENYALA BERMOTIF GARUDA belencong (menyala) merupakan lampu yang khusus dipergunakan pada pertunjukan wayang kulit. Cahaya belencong membuat pertunjukan menjadi hidup.Burung Garuda (yang menjadi motif belencong) memberikan gambaran sifat dinamis, gagah perkasa, mampu dan berani mandiri mengarungi angkasa luas. Ekor dan sayap garuda digambarkan masing-masing lima, yang berarti: “Satu kata dengan perbuatan Pancasilais”.

BUKU merupakan sumber bagi segala ilmu yang dapat bermanfaat bagi kehidupan manusia.

WARNA putih pada ekor dan sayap garuda dan buku berarti suci, bersih tanpa pamrih.Warna kuning emas pada nyala api berarti keagungan dan keluhuran pengabdian. Warna biru muda pada bidang segi lima berarti pengabdian yang tak kunjung putus dengan memiliki pandangan hidup yang mendalam (pandangan hidup pancasila).







Sumber: http://langkahkebebasan.blogspot.co.id/p/edukasi.html

              http://tk-asmorobangun-4.blogspot.co.id/2013/09/logo-tutwuri-handayani.html

Rabu, 28 Desember 2016



TUGAS 12 PROFESI KEPENDIDIKAN

METODE PEMBELAJARAN SENI


Metode ekspresi bebas pada dasarnya adalah suatu cara untuk membelajarkan siswa agar dapat mencurahkan isi hatinya dalam bentuk karya seni rupa. Agar metode ini tercapai secara maksimal, maka perlu dilakukan :

    Tawarkan dan tetapkan beberapa pilihan tema sebagai perangsang daya cipta
    Tetapkan beberapa pilihan media yang cocok
    Jelaskan jenis kertas serta alas an pemilihan kertas tersebut
    Jelaskan bentuk kegiatan menggambar tersebut


Metode ekspresi bebas identik dengan metode ekspresi – kreatif atau metode kerja cipta. Metode ini merupakan pengembangan dari pendapat Victor Lowenfield yang menganjurkan agar setiap guru yang bermaksud mengembangkan kreasi siswanya untuk bebas berekspresi ( free expression ) atas dasar tersebut metode ini sering disebut metode ekspresi – kreatif. Dalam pelaksanaan metode ini, kehadiran guru memiliki peran sangat kecil bahkan hampir tidak diperlukan. Metode hasil kerja cipta dapat di terapkan dalam kegiatan menggambar dekorasi, mendesain benda – benda kerajinan, menggambar reklame dan sebagainya.

Langkah – langkah kegiatan metode kerja cipta sebagai berikut :
a.      Guru memberikan pengarahan yang berfokus pada kedudukan konsep dalam proses kelahiran suatu karya.
b.      Siswa mencoba menuangkan suatu konsep pada desain gambar dekorasi, reklame atau barang –barang kerajinan yang akan dibuat.
c.       Selama proses pengerjaan, guru menganjurkan sumbang saran antar siswa terjadi.
d.      Guru memberikan saran, petunjuk dan pengarahan mengenai konsep yang dikemukakannya serta memberi petunjuk kepada siswa yang mengalami hambatan.
e.      Selama proses kerja berlangsung, keterampilan – keterampilan dasar dan menengah sudah harus betul – betul dikuasai.
Pendidikan Seni Budaya adalah istilah baru yang muncul dalam kurikulum pendidikan seni di sekolah kita pada saat ini. Karena merupakan istilah yang baru, maka banyak sekali guru-guru kesenian kita yang masih belum akrab dan bahkan meraba-raba dalam memberikan materi Pendidikan Seni Budaya ini kepada peserta didiknya. Hal ini tercermin dari beberapa satpel yang dibuat oleh para guru (walau Pendidikan Seni sudah berubah menjadi Pendidikan Seni Budaya) masih relative tidak ada perbedaan dengan yang lama dalam menentukan tujuan ataupun kompetensi dasar pembelajarannya. Selanjutnya pertanyaannya, kalau dari sisi materi tidak berbeda perlukah muncul istilah Pendidikan Seni Budaya dalam kurikulum sekolah kita?
Sejak Orde Baru, pendidikan kesenian yang syarat dengan pendidikan moralitas, etika atau apa pun yang bersifat pelestarian atau pengembangan nilai-nilai luhur budaya bangsa di sekolah kita nyata terlihat dikesampingkan, karena pemerintah pada saat itu sangat konsen terhadap pendidikan yang berorientasi pada teknologi atau pun eksak. Sampai saat ini pun (walau sudah jelas Pendidikan Seni masuk dalam kurikulum intra di sekolah) tidak sedikit Kepala Sekolah yang belum menyelenggarakan Pendidikan Seni sebagai pendidikan yang sangat penting dikembangkan untuk anak didiknya. Pemahaman tentang tidak pentingnya pendidikan seni di sekolah semacam  ini bukan saja berkembang di lembaga-lembaga pendidikan kita, tetapi masyarakat pun juga tidak sedikit yang kena virus semacam ini; yakni, menganggap bahwa pendidikan seni itu tidak memiliki kontribusi atau peran penting bagi kehidupan manusia di masa depan. Seni dianggap tidak bisa menyelesaikan persoalan hidup manusia, tidak bisa membuat orang menjadi kaya, tidak bisa menjamin status seseorang, dan masih banyak lagi alasan yang bisa dikemukakan. Mereka telah terjebak dengan pemahaman bahwa, orang yang pandai hanyalah orang-orang yang mengerti dan menguasai bidang eksak dan teknologi, sedangkan bidang kesenian dianggap sebagai sekumpulan orang yang sangat termarginalkan.
Pada kenyataannya (bila kita perhatikan secara seksama) saat ini perkembangan kesenian kita baik dalam konteks pendidikan atau keseniamanan relative belum mampu memberikan kontribusi secara signifikan terhadap perkembangan budaya kita. Lantas kalau hal ini benar, kemudian siapa yang harus dipersalahkan? Lembaga Pendidikan? Kepala Sekolah? Guru? Seniman? Masyarakat? Pemerintah? Peserta didik? Sistem Pendidikan? Atau yang lain? Rupanya tidak perlu kita mempersalahkan satu sama lain, karena semua ini tentunya akan saling mengkait seperti lingkaran setan, oleh karenanya dalam menyelesaikan persoalan ini kata orang bijak marilah kita introspeksi terhadap diri kita masing-masing.
B.     Pendidikan Seni Budaya
Kita setidaknya sedikit merasa lega ketika Pendidikan Seni masuk ke dalam kurikulum intra di sekolah, walau mungkin bila dilihat dari jumlah jam yang dialokasikan atau disediakan tampaknya belum cukup memadai secara ideal. Mengapa demikian, karena dari jam yang disediakan, dirasa tidak sebanding dengan materi yang ingin disampaikan oleh seorang guru. Di sini guru dituntut untuk menyampaikan berbagai cabang kesenian, seperti: seni tari, seni musik, seni drama, seni rupa dan kerajinan. Untuk membahas salah satu cabang seni saja, mungkin waktu yang disediakan belum tentu bisa tuntas apalagi membagi waktu untuk berbagai cabang seni tersebut. Lalu, kalau masalahnya demikian apakah perlu kita berbondong-bondong menghadap ke Menteri Pendidikan Nasional guna meminta tambahan jam untuk matapelajaran Pendidikan Seni di sekolah?
Sebelum pelajaran seni budaya ini masuk dalam kurikulum di sekolah, banyak sekali sekolah-sekolah yang tidak mau peduli terhadap pendidikan kesenian. Kalau toh ada yang peduli, tak pernah mau berusaha untuk mencari guru pamong yang memiliki kompetensi di bidang studi ini, sehingga kualitas pembelajarannya akan semakin bagus Pelajaran seni rupa diangap dapat mewakili matapelajaran kesenian, karena secara teknis cabang seni ini memang tidak merepotkan penyelenggara pendidikan. Oleh karenanya hampir disemua sekolah matapelajaran seni cukup diwakili dengan pelajaran seni rupa dan ketrampilan, sedangkan seni lainnya nyaris tidak pernah menjadi pertimbangan untuk dikembangkan di sekolah. Ironisnya bila ada salah satu sekolah yang ingin memaksa hadirnya seni pertunjukan disekolah, diambilah guru (seni rupa atau yang lebih parah guru olahraga , matematika, dan mungkin bahasa Inggris) yang sekiranya memiliki ketrampilan di bidang seni tersebut dibebani untuk mengajarnya, sehingga dalam hal ini kompetensi guru secara kualitas perlu dipertanyakan. Adalagi sekolah yang sudah memiliki guru kesenian (seni pertunjukan), tetapi tidak pernah di beri tanggungjawab mengajar kesenian (justru diberi jam untuk mengajar Bahasa Daerah, Indonesia dan lainnya)  karena sekolah tidak punya kehendak untuk memasukan matapelajaran seni dalam pendidkan di sekolahnya.
Gambaran kondisi semacam ini tentunya sangatlah menyedihkan bagi orang yang berkecipung dan memahami seberapa jauh dampak pendidikan kesenian dalam kehidupan masyarakat dan bermasyarakat. Ketika masyarakat sudah mulai menunjukan ekspresinya melalui acam mengancam atau demontrasi dengan laku yang anarki, orang mulai mengkaitkan masalah pendidikan etika dan estetika sebagai salah satu biang keladi yang harus bertanggungjawab. Kenapa demikian, karena disinyalir ada keterkaitan yang sangat erat antara pendidikan kesenian dengan sikap moral seseorang.
Munculnya matapelajaran Seni Budaya di sekolah merupakan sebuah pemikiran yang sangat tepat (kalau tidak mau dikata terlambat), dimana pada saat ini masyarakat kita sudah mulai menunjukan situasi krisis multidemensi termasuk di antaranya kebudayaan. Pendidikan kesenian harus mampu memiliki kontribusi positif terhadap perkembangan kebudayaan kita (atau setidaknya aspek moralitas bangsa). Apabila dulu pendidikan seni kita terlalu konsen terhadap masalah-masalah bentuk dan teknik belaka, maka saat ini haruslah merubah cara pandang dengan memperdalam jangkauan pembelajaran seni melalui perspekti yang lebih luas, yakni kajian terhadap nilai-nilai historis, filosofi, etika/moral, dan keindahan. Pendidikan Seni Budaya adalah sebuah matapelajaran yang diharapkan mampu memberikan pembelajaran seni melalui perspektif kebudayaan seperti tersebut.
C.    Pendidikan Seni Budaya Sebagai Bidang Studi di Sekolah
Seperti telah dikemukakan pada awal tulisan ini, bahwa matapelajaran Seni Budaya merupakan istilah baru yang muscul dalam kurikulum kita saat ini. Bila dibandingkan dengan istilah matapelajaran pendidikan seni (kesenian) yang dulu juga pernah muncul dalam kurikulum tentunya memiliki makna yang berbeda. Perbedaan yang mencolok di sini adalah munculnya istilah atau kata budaya, sehingga makna pengertiannya menjadi sangat berbeda; dan tentunya perbedaan ini harus tercermin sampai pada implementasi tujuan, strategi atau proses pembelajarannya.
Kalau tidak salah, sampai saat ini belum ada panduan yang secara spesifik menjelaskan bagaimana yang baik (benar) dalam peaksanaan pembelajaran Seni Budaya ini, dan bahkan sejauh mana tuntutan standart kompetensi yang ideal diperlukan untuk mata pelajaran ini. Walau dalam kurikulum telah menyebutkan standart kompotesi yang hendah dicapai, namun tugas seorang guru masih dibebani lagi untuk berlaku kreatif dalam menafsirkan segala kemungkinan yang terjadi dalam pengembangannya. Hal ini sangat berbeda dengan mata pelajaran ilmu pasti, semuanya telah dijabarkan secara jelas dan pasti. Apakah pelajaran seni budaya juga akan dibuat seperti ilmu pasti? Tentunya tidak karena dalam matapelajaran seni budaya memiliki karakter yang sangat khas untuk dapat dikembangkan dalam proses pembelajarannya. Dalam hal ini tentunya diperlukan proses dialogis antara sesame guru Seni Budaya dalam rangka menyamakan persepsi matapelajaran ini.
Bila dilihat secara substansial, pendidika seni dapat dibedakan menjadi 2 (dua) kelompok, yakni:
1.      Pembelajaran seni yang mengarahkan semua aspek kompetensi matapelajaran menuju pada kemampuan peserta didik untuk dapat melakukan atau terampil secara teknik tentang seni yang diajarkan. Harapannya setelah peserta didik itu terampil, dapat melestarikan (mewarisi) dan mampu mengembangkan kesenian tersebut. Pembelajaran semacam ini biasanya dilakukan oleh lembaga pendidikan yang secara khusus mencetak peserta didiknya untuk menjadi seniman atau sejenisnya secara professional, misalnya di sekolah tingkat menengah ada SMKN 9 (dulu SMKI), di tingkat perguruan tinggi ISI, STSI, STKW Surabaya dan sebagainya.
2.      Pembelajaran seni yang tidak terlalu menuntut peserta didiknya menguasai secara teknik tentang kesenian yang dipelajari, namun lebih mengarah pada pembelajaran dengan menggunakan media seni sebagai pendekatan tercapainya pendidikan secara umum. Dalam hal ini pendidikan seni semata-mata tidak untuk kepentingan seni itu sendiri, melainkan mengarahkan pada pencapaian keseimbangan antara aspek emosional dan rasional, serta aspek kognitif, afektis, dan psikomotorik peserta didik. Jenis pendidikan seni semacam ini mungkin lebih cocok untuk lembaga pendidikan umum, seperti SD, SMP, SMU dan sejenisnya.
Dalam rangka memperjelas kompetensi yang akan dibuat dalam pembelajaran seni, tidak ada salahnya bila terlebih dahulu seorang guru memahami fungsi dari pendidikan seni. Ada beberapa fungsi pendidikan seni, di antaranya:
1.      Sebagai media bermain dan berekspresi, diharapkan peserta didik dapat memperoleh pengalaman yang bersifat rekreatif, mau dan mampu menuangkan ekspresi jiwanya dalam rangka menunjukan eksistensi kepribadiannya.
2.      Sebagai media pengembangan bakat dan kreativitas, artinya selain dapat digunakan sebagai wahana dalam mengembangkan bakat (kemampuan bawaan) juga sebagai media pengembangan kemampuan daya cipta peserta didik.
3.      Sebagai media komunikasi, yakni dengan kegiatan berkesenian baik melalui proses kreatif maupun bentuk kekaryaannya  dapat membangun pengalaman komunikasi antara individu dan masyarakat/lingkungan atau sebaliknya.
4.      Sebagai media membangun sensitivitas etik dan estetik, merupakan pembelajaran seni yang diarahkan pada kepekaan peserta didik terhadap kaidah-kaidah nilai etika dan estetika yang terkandung dalam sebuah kesenian
5.      Sebagai media pengembangan pengetahuan, karya seni yang diciptakan oleh manusia ternyata bukan sekedar memiliki nilai-nilai emosional semata, namun juga memiliki daya rasionalitas yang kuat. Berbagai produk kesenian tercipta atas pengetahuan seseorang terhadap fenomena segala kedihupan yang ada di alam semesta ini. Oleh karenanya masih sangat relevan bila pendidikan kesenian dapat digunakan sebagai pengembangan ilmu pengetahuan.
Terkait dengan materi pembelajaran seni di sekolah, biasanya kita dapat memisahkan ke dalam 3 (tiga) wilayah bahasan, yaitu:
1.      Wilayah pengetahuan Seni
Merupakan wilayah pembelajaran yang banyak mengasah atau melatih peserta didik untuk mengembangkan aspek kognitifnya. Kemampuan kritis menelaah karya seni dan permasalahannya menjadi topik yang sangat penting dalam pembahasan materi  pembelajarannya. Pendekatannya bisa dilakukan melalui konsep pendekaatan lintas disiplin, misalnya sejarah, social, budaya, filsafat, dan sebagainya.
2.      Wilayah apresiasi seni
Wilayah ini memiliki kecenderungan untuk mengantarkan peserta didik pada perkembangan ranah afektifnya. Kegiatan apreseasi seni ini, biasanya berkait dengan kegiatan pengamatan karya seni yang kemudian dilanjutkan dengan penilaian. Jenis apresiasi ada yang bersifat aktif dan ada pula yang dilakukan secara pasif. Pengamatan aktif artinya kegiatan pengamatan karya  yang kemudian dilanjutkan dengan sikap kritis yang dapat memacu melahirkan karya-karya inovatif dan juga menubuhkan rasa cinta seseorang, sedangkan yang pasif hanya sekedar mengamati karya dan selanjutnya lepas dari agannya
3.      Wilayah pengalaman kreatif
Kecenderungannya merupakan kegiatan pembelajaran yang berkenaan dengan cara-cara dalam melakukan proses kreatif atau pembuatan karya seni. Sasaran pembelajarannya lebih mengarah pada ranah psikomotorik. Dalam wilayah ini hal yang perlu dipersiapkanuntuk siswa adalah kemampuan mengembangkan gagasan, interpretasi, imaginasi, dan menangkap fenomena lingkungan sebagai sumber tema; penguasaan teknik serta pengetahuan berbagai media dan teori komposisi; serta kemampuan memanage sebuah pameran atau pertunjukan.
Dari ulasan di atas, kemudian pendidikan seni budaya di sekolah perlukah diarahkan pada konsep pendidikan yang berorientasi kepada ketrampilan teknik yang pada akhirnya peserta didik diharapkan mampu sebagai pewaris dan pengembang kesenian kita? Sebagai matapelajaran di sekolah umum tentunya berat sekali. Banyak para guru yang merasa stress ketika anak didiknya tidak mampu melakukan teknik dengan baik yang akhirnya pada setiap ada kegiatan yang dinominasikan tidak pernah meraih nominasi. Indikasi semacam ini menunjukan bahwa kita sebagai guru seolah memelihara sifat arogansi kita dengan mengeksploitasi anak didik untuk kepentingan pribadi (kadang mengatasnamakan kepentingan lembaga). Oleh karenanya konsep pendidikan seni budaya di sekolah sebaiknya mengadopsi teori bahwa pendidikan seni adalah pendidikan yang menggunakan seni sebagai media untuk mencapai tujuan pendidikan secara umum, wilayah pembelajarannya lebih ditebalkan pada pengembangan aspek Kognitif dan Afektif, sedangkan psikomotoriknya walau menjadi tuntutan namun tidak terlalu menghalangi siswa untuk belajar seni budaya.
D.    Lesson Study Sebagai Alternatif  Pendekatan Kegiatan Pembelajaran Seni Budaya di Sekolah
Akhir-akhir ini perkembangan pendidikan kita sudah mengalami percepatan peningkatan kualitas.  Hal ini terjadi setelah berbagai peristiwa yang dialami bangsa kita mulai menerima dampak dari system pendidikan yang tidak pernah diurus secara serius oleh pemerintah selama ini. Peristiwa keberanian seorang siswa mengacam pengawas UAN beberapa waktu lalu jelas turut andil dalam mencoreng system pendidikan kita. Tonggak keseriusan pemerintah dalam tanggungjawabnya terhadap pendidikan di Negara ini adalah dengan dinaikannya anggaran pendidikan dalam APBN sebesar 20% serta telah disahkannya undang-undang tentang guru dan dosen. Berbagai upaya yang mengarah pada peningkatan kualitas mutu pendidikan telah banyak dilakukan oleh pemerintah melalui proyek-proyek yang diberikan kepada lembaga-lembaga pendidikan di negeri ini.
Perubahan-perubahan paradigma dalam pendidikan telah banyak dilakukan, implementasi yang sangat dapat kita rasakan sebagai guru kesenian adalah lahirnya bentuk kurikulum yang dikenal dengan KBK dan kemudian dikembangkan lagi menjadi KTSP. Karakteristik dari kurikulum ini adalah berorientasi pada konsep pembelajaran aktif, inovatif, kreatif, efektif, dan menyenangkan Dari sini pula kemudian lahir berbagai strategi pembelajaran yang dianggap lebih optimal untuk memudahkan siswa mengikuti proses belajar mengajar di sekolah. Dalam hal ini kemudian dapat kita ketahui bahwa pendekatan pembelajaran yang dulu lebih menggunakan pendekatan behavioritik, sekarang berkembangan menjadi konsrtuktivitik. Ini karena faham konstruktifvistik dianggap lebih unggul dalam memcahkan persoalan proses belajar mengajar disekolah.
Usaha-usaha pembenahan system, strategi, metode atau apapun namanya dalam pembelajaran, banyak dilakukan oleh para pakar melalui lembaganya masing-masing. Hal ini merupakan sebuah reaksi dari anggapan bahwa tidak ada pembelajaran yang sempurna. Belum lama ini Lembaga Pendidikan Tinggi Kependidikan di Bandung (UPI) mencoba mengembangan sebuah kegiatan pembelajaran yang diadopsi dari Jepang disebut dengan Lesson Study. Dari beberapa lembaga pendidikan yang telah mencoba mengembangkan kegiatan ini memberikan tanggapan yang positif terhadap peningkatan mutu pendidikan. Latar belakang munculnya bentuk ini, merupakan reaksi kritis dari para pakar tentang belum tercapainya peningkatan kualitas mutu pendidikan yang ideal.
Lesson Study adalah sebuah model pembinaan profesi pendidik melalui pengkajian pembelajaran secara kolaboratif dan berkesinambungan berlandaskan prinsip-prinsip kolegalitas dan mutual untuk membangun komunitas belajar. Adapun tujuan yang ingin dicapai, meliputi: 1) Ditemukan berbagai model pembelajaran, 2) tercapainya komunitas belajar, 3) Terbentuknya kesetaraan profesionalisme guru dalam proses pembelajaran.
Bentuk pelaksanaan kegiatan ini meliputi 3 (tiga) komponen, yakni:
1.      Perencanaan (plan). Guru, dosen atau pakar/seniman atau siapa yang dipandang memiliki keahlian dibidang yang sama, berkolaborasi rencanakan sebuah kegiatan pembelajaran yang terfokus pada siswa.
2.      Implementasi (do). Seorang guru memperagakan model pembelajaran yang sudah direncanakan, sementara guru yang lain, kepala sekolah, pakar/seniman, pengawas dari dinas, atau bahkan orang tua wali melakukan observasi pembelajaran di kelas, terutama untuk mengetahui aktifitas siswa berupa interaksi siswa-siswa, siswa-bahan ajar, siswa-guru selama proses belajar mengajar  berlangsung.
3.      post-class discussion (see). Setelah proses belajar mengajar selesai, guru dan observer melakukan diskusi untuk bertukar pengalaman setelah melakukan observasi. Diskusi bisa dipimpin kepala sekolah, guru menyampaikan kesan-kesannya selama melaksanakan pembelajaran, selanjutnya observer menyampaikan saran-saran untuk perbaikan pembelajaran berikutnya. Setelah itu, pada akhir semester dilakukan kegiatan Seminar  untuk berbagi pengalaman dalam menerapkan lesson study.
Model kegiatan semacam ini tampaknya bisa digunakan sebagai salah satu alternative pembelajaran Seni Budaya di sekolah, mengingat bahwa karakteristik wilayah budaya kita sangat beragam; sekaligus akan membantu keberagaman kompetensi yang dimiliki guru bidang studi Seni Budaya ini.




sumber: http://theroolfikry.blogspot.co.id/2012/01/normal-0-false-false-false-en-us-x-none.html


TUGAS 8 PROFESI KEPENDIDIKAN



PERBEDAAN PROFESI, PROFESIONAL, PROFESIONALISME, PROFESIOANLITAS, DAN PROFESIONALISASI

  Pengertian Profesi
Profesi merupakan suatu jabatan atau pekerjaan yang menuntut keahlian atau keterampilan dari pelakunya.
PROFESI, adalah pekerjaan yang dilakukan sebagai kegiatan pokok untuk menghasilkan nafkah hidup dan yang mengandalkan suatu keahlian.
Profesi berasal dari bahasa latin “Proffesio” yang mempunyai dua pengertian yaitu janji/ikrar dan pekerjaan. Bila artinya dibuat dalam pengertian yang lebih luas menjadi kegiatan “apa saja” dan “siapa saja” untuk memperoleh nafkah yang dilakukan dengan suatu keahlian tertentu. Sedangkan dalam arti sempit profesi berarti kegiatan yang dijalankan berdasarkan keahlian tertentu dan sekaligus dituntut daripadanya pelaksanaan norma-norma sosial dengan baik.

B.     Pengertian Profesional
Profesional adalah orang yang menyandang suatu jabatan atau pekerjaan yang dilakukan dengan keahlian atau keterampilan yang tinggi. Hal ini juga pengaruh terhadap penampilan atau performance seseorang dalam melakukan pekerjaan di profesinya.
“Professional” mempunyai makna yang mengacu kepada sebutan tentang orang yang menyandang suatu profesi dan sebutan tentang penampilan seseorang dalam mewujudkan unjuk kerja sesuai dengn profesinya. Penyandangan dan penampilan “professional” ini telah mendapat pengakuan, baik segara formal maupun informal.
Kata profesional berasal dari profesi yang artinya menurut Syafruddin Nurdin, diartikan sebagai suatu pekerjaan yang memerlukan pendidikan lanjut di dalam science dan teknologi yang digunakan sebagai prangkat dasar untuk di implementasikan dalam berbagai kegiatan yang bermanfaat.
Definisi Profesional. Istilah " Profesional " diadaptasikan dari istilah bahasa Inggris yaitu Profession yang berarti pekerjaan atau karir . Menurut Kamus Dewan Bahasa dan Pustaka ( Edisi Empat ) menafsirkan profesional sebagai :

1. Y ang terkait dengan ​​( bergiat dalam ) bidang profesi ( seperti hukum , medis , dan lain sebagainya ) Contoh : profesional ; ahli profesional .

2. berbasis ( membutuhkan dll ) kemampuan atau keterampilan yang khusus untuk melaksanakannya , efisien ( teratur ) dan memperlihatkan keterampilan tertentu . Contoh : setiap manajer atau eksekutif dalam satu - satu perusahaan harus tahu mengurus secara profesional .

3. melibatkan pembayaran dilakukan sebagai mata pencarian , mendapatkan pembayaran . Contoh : mereka harus mendapatkan bimbingan seorang pelatih teknis yang profesional di bidangnya .

4. orang yg mengamalkan ( karena pengetahuan , keahlian , dan keterampilan ) sesuatu bidang profesi ; memprofesionalkan menjadikan bersifat atau kelas profesional .
PROFESIONAL, adalah orang yang mempunyai profesi atau pekerjaan purna waktu dan hidup dari pekerjaan itu dengan mengandalkan suatu keahlian yang tinggi. Atau seorang profesional adalah seseorang yang hidup dengan mempraktekkan suatu keahlian tertentu atau dengan terlibat dalam suatu kegiatan tertentu yang menurut keahlian, sementara orang lain melakukan hal yang sama sebagai sekedar hobi, untuk senang-senang, atau untuk mengisi waktu luang.
C.     Pengertian profesionalisme
Profesionalisme adalah komitmen para profesional terhadap profesinya. Komitmen tersebut ditunjukkan dengan kebanggaan dirinya sebagai tenaga profesional, usaha terus-menerus untuk mengembangkan kemampuan profesional, dst.
Profesionalisme merupakan komitmen para anggota suatu profesi untuk meningkatkan kemampuannya secara terus menerus.
Profesionalisme berasal dan kata profesional yang mempunyai makna yaitu berhubungan dengan profesi dan memerlukan kepandaian khusus untuk menjalankannya, (KBBI, 1994). Sedangkan profesionalisme adalah tingkah laku, keahlian atau kualitas dan seseorang yang professional (Longman, 1987).
       “Profesionalisme” adalah sebutan yang mengacu kepada sikap mental dalam bentuk komitmen dari para anggota suatu profesi untuk senantiasa mewujudkan dan meningkatkan kualitas profesionalnya.
Profesionalisme adalah suatu paham yang mencitakan dilakukannya kegiatan-kegiatan kerja tertentu dalam masyarakat, berbekalkan keahlian yang tinggi dan berdasarkan rasa keterpanggilan –serta ikrar untuk menerima panggilan tersebut dengan semangat pengabdian selalu siap memberikan pertolongan kepada sesama yang tengah dirundung kesulitan di tengah gelapnya kehidupan (Wignjosoebroto, 1999).
D.     Pengertian Profesionalisasi
Profesionalisasi” adalah sutu proses menuju kepada perwujudan dan peningkatan profesi dalam mencapai suatu kriteria yang sesuai dengan standar yang telah ditetapkan.
E.     Pengertian Profesionalitas
          Profesionalitas merupakan sikap para anggota profesi benar2 menguasai, sungguh2 kepada profesinya.
         “Profesionalitas” adalah sutu sebutan terhadap kualitas sikap para anggota suatu profesi terhadap profesinya serta derajat pengetahuan dan keahlian yang mereka miliki untuk dapat melakukan tugas-tugasnya.



sumber: http://bankidonk.blogspot.co.id/p/resume-profesi-kependidikan.html