Berpikir Lateral
Berpikir kreatif bukan lah bakat tetapikemampuan yang dapat
dipelajari dandilatih.Untuk mengembangkan kemampuanberpikir kreatif maka kita
harus yakinbahwa kita adalah orng yang kreatif.
Dr. Edward de Bono mendefinisikanBERPIKIR sebagai
"SUATU KETERAMPILANuntuk mendayagunakan KECERDASANberdasarkan
PENGALAMAN" Keterampilan tersebut bisa
dipelajaridenganLateralThinkingSixThinkingHats
Keterampilan memecahkan masalah adalah kemampuanseseorang
untuk memecahkan masalah. Semakin banyakmasalah yang dipelajari siswa untuk
dipecahkan dan semakinbanyak siswa harus berpikir untuk memecahkan masalah
tersebut. Dalam setiap permasalahan, selalu ada enam aspek sudutpandang atas
permasalahan bersangkutan, yaitu aspekinformasi, aspek emosional, aspek kritis,
aspek nilai positif, aspekproduktifitas, dan terakhir aspek fokus terhadap
tujuan danmenyusun urutan pertimbangan masing-masing aspek pendapatatau sudut
pandang untuk kemudian dapat ditemukankesimpulan. Kemampuan untuk berfikir
kritis dan berfikir kreatif keduanyadiperlukan dalam melakukan pemecahan dan
analisis masalah.
De Bono mendefinisikan berpikir lateral sebagai suatumetoda
berpikir yang lebih menitik beratkan kepadaperubahan konsep dan
persepsi.Berpikir lateralmerupakan sebuah landasan bahwa sesuatu tidakharus
menjadi jelas dengan segera danmenghasilkan ide yang tidak dapat
dihasilkandengan metoda berpikir tradisional. Lateral Thinking adalah cara
berpikir modern denganmelihat masalah dan mendapatkan solusi dariberbagai arah,
tidak hanya sama dengan pemikirankonvensional yang berpikir secara vertikal.
LateralThinking™ menjadikan orang lebih kreatif danmenemukan lebih banyak
solusi secaramenakjubkan.
Menyeleksi dan mendefinisikan fokusMengenerate ide (ide
generation)Mengihtisiarkan ide-idePemilihan ide terbaik
Enam topi berpikir Edward de Bono, ada beberapa
aktivitasstrategi yang ditempuh siswa untuk mencapai keberhasilan dalambelajar,
dengan tujuan utama adalah kemampuan berpikir tingkattinggi. Keterlibatan siswa
dalam proses belajar ini antara lainadalah :1) menggali informasi yang
dibutuhkan2) mengajukan dugaan3) melakukan inkuiri4) membuat konjektur5)
mencari alternatif6) menarik kesimpulan
Keenam aspek tersebut diumpamakan olehEdward De Bono sebagai
enam topi denganwarna yang berbeda. Menurut De Bono (2005: 128)metafora topi
dipakai untuk menggambarkankeenam aspek berpikir tersebut karena topimerupakan
suatu yang dapat dipakai dandilepaskan dengan mudah, sebagaimana sebuahpendapat
yang dapat dipakai atau dilupakanbegitu saja tanpa harus menimbulkan konflik
sosial. The Six Thinking Hats merupakan penerapan dariLateral Thinking Dalam
metode STH, seseorag tidak hanya dilatihuntuk berkonsentrasi menyelesaikan
suatu masalahdalam sekuens waktu tertentu, tetapi jugadipersiapkan utuk dapat
menerima danmenghargai pendapat orang lain.
Topi putih berarti fasilitator bersikap netral dan
objektif.Fasilitator bersikap terbuka untuk menerima pengetahuandan pengalaman
orang lain. Fasilitator mendorong pesertauntuk memahami fakta dan kebenaran
secara bijaksana.Fasilitator mendorong para peserta untuk saling belajar
danmenyumbangkan pengetahuan dan pengalamannya kedalam topi. Saat pemimpin
rapat atau diskusi mengatakan untuk“memakai topi putih”, maka setiap peserta
diskusi ataurapat akan memfokuskan pikiran pada informasi yangberkaitan dengan
permasalahan yang didapatkan.Informasi yang dimaksud bisa berkisar dari
berbagai faktayang dapat dipastikan kebenarannya sampai informasiringan,
seperti rumor dan pengalaman pribadi.
Topi merah berarti fasilitator menggunakan pendekatan emosi
untukmenggugah perasaan dan semangat peserta. Fasilitator menggunakan
intuisidan dan "prasangka" untuk memahami kesulitan atau hambatan
yangdirasakan peserta dalam belajar, dengan tujuan meningkatkan
keterlibatanpeserta. Setelah secara paralel (bersama-sama) mendiskusikan aspek
informatif darisuatu permasalahan, kemudian setiap peserta diskusi secara
bersama-samamengemukakan aspek intuitif dan emosional dari pendapatnya.
Setiapperasaan yang berkaitan dengan satu gagasan atau ide diijinkan untukdikeluarkan
secara bebas dalam sesi ini, misalkan “saya sama sekali tidakmenyukai gagasan
ini”, “saya merasa gagasan ini tidak akan berhasil”, “nalurisaya mengatakan
bahwa rencana ini sangat berbahaya” dan aspekemosional lainnya. Setelah setiap
orang mengeluarkan aspek intuitif danemosionalnya terkait satu pendapat, dia
tidak perlu memberikan alasan apapun, sebab menurut De Bono (2005: 131) “bahwa
dalam banyak kasus alasan-alasan dibalik suatu perasaan tidak diketahui dengan
jelas (seperti halnyaintuisi). Oleh karena itu, orang-orang akan merasa enggan
mengemukakanperasaannya jika tidak dapat memberikan alasan. Jadi, alasan tidak
perludiberikan, bahkan meski pun alasan itu diketahui”. Dan De Bono
mengakuibahwa intuisi sering kali benar, namun tidak selalu.
Topi hitam berarti fasilitator bersikap "serius".
Fasilitator tidaksertamerta menerima pendapat atau masukan dari orang
lainmelainkan bersikap menolak terlebih dahulu, bersikap ragu-raguatau
hati-hati, kemudian mencari tahu (eksplorasi) lebih jauh.Dalam mensikapi suatu
persoalan, fasilitator menggunakan topihitam bukan untuk mencari argumentasi
melainkan untukmemperhatikan atau "waspada" terhadap sesuatu hal
yangdianggap negatif. Topi ini bisa berbahaya bila mendominasi atauterlalu
sering digunakan.Topi hitam merupakan metafora untuk menggambarkan aspekkritis
dari pemikiran yang hendak kita sampaikan. Berbagai aspekdipertimbangkan secara
kritis saat peserta diskusi secara bersama-sama “memakai topi hitam” secara
imajiner. Namun, De Bonomengingatkan, bahwa meski pun aspek berpikir ini
merupakanyang paling penting, kita harus waspada, sebab penilaian kritisyang
objektif bisa memicu perdebatan yang malah akan merusakharmoni sosial. Dalam
sesi ini, setiap anggota diskusimempertimbangkan kesalahan, aspek negatif, potensi
dankekurangan-kekurangan dari suatu ide atau pendapat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar